Kamis, 20 Oktober 2011

Antara MASA LALU dan MASA DEPAN

Terdesak oleh keadaan dimana beratnya beban hidup dan konflik batin yang mengelisahkan, seorang murid mendatangi sebuah pusat meditasi ”dzikir” yang diasuh oleh seorang sufi terkenal. Lama sekali murid ini menunggu agar bisa bertatap muka  dengan sufi tersebut. Pagi, siang, sore dan malam tetap saja terhalang oleh demikian banyak murid dan penggemar. Dan disebuah pagi, murid ini beruntung bisa bertatap muka empat mata. Tanpa menoleh kekiri dan kanan, ia pun langsung minta diajari  hidup penuh damai dan bahagia. Melihat muka murid yang demikian memelas, sufi terdiam dan kemudian bertanya, ”Apakah sudah makan pagi?”. Murid itu menjawab dengan penuh semangat, ”sudah, guru”. Sufi itu tersenyum dan berkata,” Apakah makan pagi hari ini terasa nikmat?”. Murid itu terdiam. Sesaat kemudian sufi itu berkata, ”Dan setelah selesai makan, jangan lupa mencuci tangan”. Murid ini tertegun, tidak mengerti. Kenapa pertanyaan tentang kedamaian hidup harus direspon dengan pertanyaan sudah makan pagi. Bahkan setelah itu kenapa kebutuhan akan ketenangan jiwa direspon dengan ”retorika” nimatnya makan pagi dan cuci tangan setelah makan. Lama murid ini merenungi apa  yang sebenarnya terjadi.
Sekian tahun setelah semua berlalu, ribuan bacaan dzikir telah dibaca, puluhan teknik meditasi telah dilalui, beragam jurus pernafasan telah dicoba, maka  disebuah waktu terbukalah sebuah pengertian sederhana namun mendasar, ”a central aspect of training is that to be attentive in whatever one does”, memberikan perhatian penuh akan apa yang dilakukan saat ini, itulah salah satu aspek pusat latihan menjadi damai. Melalui pendekatan ”present moment, wonderful moment”, semua aktifitas asal dilakukan dengan penuh perhatian atau ”khusyu” bisa menjadi ”obat” menuju ketenangan jiwa dan kedamaian yang ”khasiatnya” langsung bisa dirasakan ”disini” dan ”saat ini”. Tidak perlu menunggu esok hari. Tidak perlu menunggu sampai harta melimpah. Untuk merasakan kedamaian, Anda tidak butuh apa-apa, kecuali hanya ”melompat” dari keinginan yang ada ”disana” menuju keberadaan yang ada ”disini”. Banyak orang yang ”berkecukupan” karena melimpahnya harta, kekuasaan dan popularitas, tidak juga menemukan ”esensi” kedamaian, mengapa? Karena persepsi kedamaian telah ”melekat” dalam keinginan masa depan, bukan kenyataan saat ini. sehingga mereka akan terus mengejar kedamaian dalam ”bayang-bayang” masa depan, terlebih bagi mereka yang saat ini ”terjerat” dalam  masalah kemiskinan, kebrangkutan usaha, putus cinta, perceraian, kriminalitas dan lain sebagainya.

Sebuah keputusan adalah baik jika munculnya dari kesadaran akan ”kenyataan” saat ini, inilah yang disebut dengan ”keberadaan”. Namun jika kesadaran kita ”melekat” atau dilekati” oleh keinginan pikiran, yang muncul kemudian adalah ”konflik”, mengapa? Tubuh kita selalu disini dan sekarang. Namun keinginan pikiran tidak demikian. Pikiran tidak pernah disini dan sekarang. Inilah konflik batin yang potensial terjadi sepanjang sejarah manusia. Anda bernafas disini dan sekarang. Tetapi pikiran Anda  dapat berpikir tentang hari esok dan kemarin. Jadi tubuh tetap tinggal disini dan saat ini, namun pikiran terus berharap  diantara masa lalu dan masa depan. Ada perpecahan antara tubuh dan pikiran. Tubuh ada pada saat ini, namun pikiran tidak pernah ada saat ini. Ketika makan, pikiran Anda teringat dengan kesedihan masa lalu. Ketika berjalan, pikiran Anda takut akan masa depan. Ketika bekerja, pikirannya sibuk dengan iri hati atas kebahagiaan orang lain. Karena perpecahan inilah kemudian ”benih” kegelisahan dan ketegangan tumbuh.

Jadi mulai saat ini, pikiran harus dilatih untuk ”sadar” dalam kenyataan masa kini. saat kita makan, pikiran sepenuhnya ”ada” pada kegiatan makan, maka kedamaian akan datang dan makanpun terasa ”nikmat”. Jika sedang bekerja, sepenuhnya pikiran ”ada” dalam bekerja maka kedamaian akan datang dan bekerjapun terasa lebih ”bersemangat dan produktif”. Jika sedang berdzikir, pikiran sepenuhnya ”ada” saat berdzikir maka kedamaian akan datang dan berdzikir terasa ”bermakna”. Sederhana itukah? Ya! Untuk merasakan kedamaian hati, Anda hanya perlu membawa pikiran untuk “sadar” pada kenyataan saat ini.

Bagaimana membawa pikiran agar hidup dengan ”kenyataan” saat ini. Ketika Anda terlalu banyak berpikir tentang  masa depan dan masa lalu, istirahatlah dan mulai perhatikan nafas Anda. Bila Anda dapat menjadi ”sadar” akan proses ”pernafasan” Anda, maka Anda sadar pula tentang proses ”pikiran” Anda. Mereka yang mencoba untuk langsung menjadi sadar akan proses pikirannya, tidak akan berhasil. Upaya demikian adalah sulit dan membosankan. Pernafasan adalah ”pintu” untuk pikiran. Bila berhenti bernafas sesaat saja, pikiran Anda juga berhenti. Jika pikiran Anda kacau, nafas Andapun juga kacau. Pernafasan menjadi ”refleksi” proses pikiran Anda. Jika Anda mampu merasakan gerakan halus pernafasan, Anda akan pula mampu merasakan gerakan halus pikiran Anda. Jadi mulailah untuk memperhatikan pernafasan, jangan mengubah ritme nafas. Cukup merasakan nafas dan mengamati saja. Dengan mengamatinya, maka ritme nafas akan menjadi lebih lambat dan lebih lambat. Dengan resep yang sederhana ini, ritme pikiran akan selaras dengan ”bioritme” tubuh. Dan untuk pertama kalinya, pikiran Anda mengalami dan mengerti apa sebenarnya ”saat ini”. Jika tidak demikian, pikiran tidak akan pernah mengalaminya, pikiran hanya tahu masa depan dan masa lalu. Ketika pikiran sudah ”hidup” dalam kenyataan saat ini, bukan tidak mungkin kalau waktu akan ”berhenti” bergerak ”kesamping” (masa lalu dan masa depan) melainkan ”keatas”. Inilah yang disebut denga ”waktu abadi”. Dimana hidup berubah menjadi amat damai disaat ini yang ”abadi”. Masa lalu sudah berlalu. Masa depan belum datang. Keduanya sama-sama tidak nyata. Dan saat ini yang demikian ”nyata” menjadi abadi karena berhenti ditakut-takuti ”hantu” masa lalu dan masa depan. ”If Man is allowed to be here now, he will be so peaceful”.Tatkala manusia mengijinkan dirinya hidup disaat ini, yang tersisa hanya kedamaian yang dalam. Hidup menjadi mirip dengan seorang anak yang baru pertama kali memasuki toko mainan yang amat dia sukai. Semuanya menarik, semuanya berguna, semuanya bermakna, sehingga nyaris tidak bisa memutuskan apa yang sebaiknya dibeli, karena semuanya baik. Kemana pun mata menoleh yang tersisa hanya baik dan indah. Inilah tanda-tanda kebersatuan dalam damai.  Laa yughayyiru maa biqawmin hattaa yughayyiruu maa bi-anfusihim (Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri)

Recipe by mukhlis@HC AMC channel.0274-9190099

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...